Kebijakan Tarif Trump ke China Berimbas ke Industri Otomotif

Rohmat

Kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menerapkan tarif tambahan sebesar 10% terhadap barang impor dari China memberikan dampak signifikan bagi industri otomotif di AS.

Pengenaan tarif ini mempengaruhi harga suku cadang kendaraan, yang berpotensi meningkatkan biaya produksi mobil serta harga jualnya bagi konsumen.

Kendaraan yang paling terdampak adalah Lincoln Nautilus dari Ford Motor serta Buick Envision yang diproduksi oleh General Motors. Kedua model crossover ini menyumbang sekitar 83.884 unit atau setara 95% dari total 88.515 kendaraan buatan China yang berhasil dipasarkan di AS sepanjang tahun lalu.

“GM dan Ford-lah yang paling terpukul dari segi volume,” ujar Jeff Schuster, wakil presiden riset otomotif GlobalData, seperti dikutip CNBC International, Kamis (6/2/2025).

“Perusahaan domestik kitalah yang menanggung beban ini, setidaknya untuk kendaraan penuh… tetapi ini bisa diredam sampai batas tertentu.”

Produsen kendaraan lain seperti Volvo, yang dimiliki oleh perusahaan China, Geely, serta merek spin-off kendaraan listriknya, Polestar, lebih sedikit mengimpor mobil ke AS. Mereka juga telah merevisi strategi manufaktur guna mengurangi ketergantungan pada impor dari China.

Khusus untuk kendaraan listrik, kebijakan tarif mencapai 100% di bawah pemerintahan Joe Biden tahun lalu terhadap model EV yang diimpor dari China.

Sherry House, Chief Financial Officer (CFO) Ford yang baru, mengungkapkan bahwa perusahaan akan “menilai situasi” terkait tarif atas produk China “sebagaimana yang terjadi, termasuk tanggapan dari China, dan mengevaluasi apakah itu memengaruhi” strategi ekspor dan impor perusahaan.

Baik Ford maupun GM menolak memberikan komentar mengenai potensi perubahan harga maupun produksi kendaraan buatan China mereka. Hal serupa juga dilakukan oleh Volvo dan Polestar yang belum memberikan tanggapan.

Dalam beberapa tahun terakhir, berdasarkan laporan Komisi Perdagangan Internasional AS, Washington mengimpor produk transportasi dari China dengan nilai berkisar antara US$15,4 miliar (Rp251 triliun) hingga lebih dari US$17,5 miliar (Rp285 triliun) setiap tahunnya. Dari angka tersebut, sekitar US$9 miliar (Rp310 triliun) hingga US$10 miliar (Rp163 triliun) berasal dari suku cadang serta aksesori kendaraan, termasuk traktor dan kendaraan khusus lainnya.

Berdasarkan data GlobalData, jumlah kendaraan buatan China yang dijual di AS hanya menyumbang sekitar 0,6% dari total 16 juta unit kendaraan baru yang terjual pada 2024. Angka ini setara dengan volume impor dari negara seperti Inggris, Swedia, dan Slovakia.

Sementara itu, GlobalData mencatat bahwa kendaraan yang diimpor dari Kanada dan Meksiko berkontribusi sebesar 23,4% terhadap total penjualan kendaraan di AS pada tahun lalu. Oleh karena itu, jika tarif terhadap kedua negara ini diberlakukan, dampaknya akan jauh lebih besar terhadap pasar otomotif AS.

“Meskipun impor kendaraan dari China tergolong rendah, nilai impor suku cadang mencapai sekitar US$15-20 miliar per tahun berdasarkan data Komisi Perdagangan Internasional AS. Selain itu, China memainkan peran penting dalam rantai pasokan baterai dan penyimpanan energi, khususnya untuk baterai LFP yang digunakan dalam penyimpanan energi skala besar,” ujar Mark Delaney, analis dari Goldman Sachs, dalam sebuah catatan investasi pada hari Minggu.

Masih belum dapat dipastikan seberapa besar dampak tarif terhadap bahan baku maupun baterai kendaraan listrik, mengingat tingkat adopsi kendaraan listrik di AS masih lebih lambat dari yang diperkirakan.

Namun, menurut data dari Badan Keselamatan Lalu Lintas Jalan Raya Nasional AS, banyak kendaraan listrik di negara itu memiliki komponen dengan persentase signifikan yang berasal dari China. Beberapa model tersebut antara lain Genesis G80 EV (25%); Hyundai Kona EV (50%) dan Hyundai Ioniq 5 N (30%); Kia EV9 (35%) dan Niro Electric (25%); Nissan Ariya EV (40%); Toyota bZ4x EV (20%) serta RAV4 PHEV (20%); dan Volkswagen ID Buzz EV (25%).

Also Read

Tags

Leave a Comment