Sistem pembayaran Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) kembali menjadi perbincangan hangat. Hal ini bermula dari perhatian khusus pemerintah Amerika Serikat (AS) terhadap sistem pembayaran domestik Indonesia, khususnya QRIS. Perhatian tersebut memicu gelombang dukungan dari warganet Indonesia yang melihat QRIS sebagai simbol kedaulatan digital.
Netizen ramai-ramai membela QRIS di media sosial, menganggapnya lebih dari sekadar metode transaksi. Mereka melihatnya sebagai pencapaian penting dalam pengembangan ekonomi digital Indonesia yang perlu dipertahankan.
Kecemasan AS dan Dukungan Warganet
Kecemasan AS terhadap QRIS muncul dalam konteks negosiasi tarif resiprokal antara kedua negara. Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) menyinggung peraturan QRIS dalam laporan National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers pada Maret 2025.
USTR menilai peraturan QRIS membatasi ruang gerak perusahaan asing. Mereka khawatir karena perusahaan AS tidak dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan dan tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan pandangannya.
Namun, sorotan ini justru memicu gelombang dukungan besar dari warganet Indonesia. Tagar terkait QRIS menjadi trending di berbagai platform media sosial, dipenuhi komentar positif dan pembelaan terhadap sistem pembayaran ini.
Banyak warganet yang berpendapat bahwa QRIS merupakan salah satu pencapaian penting Indonesia dalam digitalisasi ekonomi. Mereka menolak jika QRIS dikorbankan demi kepentingan asing.
Berbagai komentar positif membanjiri media sosial, menunjukkan rasa bangga dan dukungan terhadap sistem pembayaran digital kebanggaan Indonesia ini.
Sejarah dan Perkembangan QRIS
QRIS, singkatan dari Quick Response Code Indonesian Standard, merupakan standar kode QR nasional. Ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI) dan diluncurkan pada 17 Agustus 2019, QRIS menyatukan berbagai macam QR Code dari berbagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP).
Tujuan utama QRIS adalah untuk mempermudah, mempercepat, dan mengamankan transaksi pembayaran domestik menggunakan QR Code. Semua PJSP yang menggunakan QR Code Pembayaran wajib menerapkan QRIS.
Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 24/1/PADG/2022 tentang perubahan atas Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 21/18/PADG/2019 mengatur implementasi standar nasional QRIS.
QRIS telah mengalami perkembangan pesat. Pada tahun 2020, pandemi Covid-19 mempercepat adopsi QRIS karena kebutuhan akan pembayaran nontunai yang minim kontak fisik.
Lebih dari 3 juta merchant telah bergabung dengan ekosistem QRIS pada akhir 2020. Pada 2021, BI menambahkan fitur QRIS TUNTAS (Tarik Tunai, Transfer, dan Setor).
Hingga 2023, lebih dari 26 juta merchant di Indonesia telah menggunakan QRIS. Sistem ini juga mendukung transaksi lintas batas (cross-border).
Ekspansi QRIS ke Kancah Internasional
Pemerintah Indonesia berencana memperluas penggunaan QRIS ke berbagai negara. Saat ini, QRIS telah diterapkan di Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyebutkan beberapa negara lain di Asia sebagai target pengembangan QRIS. Delapan negara tersebut adalah Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Jepang, Korea Selatan, India, dan Uni Emirat Arab.
Rencana ekspansi ini menunjukkan komitmen Indonesia dalam mempromosikan QRIS sebagai solusi pembayaran digital yang andal dan efisien di tingkat global.
Keberhasilan QRIS di Indonesia dan rencana ekspansi internasional menunjukkan potensi besar sistem ini untuk menjadi standar pembayaran regional, bahkan global. Dukungan dari masyarakat Indonesia semakin memperkuat posisi QRIS di pasar domestik.
Ke depan, QRIS diharapkan terus berkembang dan berinovasi, menjawab tantangan dan kebutuhan pasar yang dinamis, serta memperkuat posisi Indonesia dalam peta ekonomi digital dunia.





