Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, kebijakannya yang kontroversial mengenai penanganan siswa nakal tengah ramai diperbincangkan. Mulai 2 Mei 2025, siswa yang terlibat pelanggaran seperti mabuk, kecanduan game, tawuran, bolos sekolah, atau membuat keributan akan dikirim ke barak militer untuk pembinaan.
Program ini akan diterapkan bertahap, dimulai dari daerah rawan dan kemudian diperluas ke seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat. Pembinaan di lingkungan militer ini direncanakan berlangsung selama enam bulan hingga satu tahun. Tujuannya adalah untuk menanamkan kedisiplinan dan membentuk karakter siswa melalui pendekatan militeristik. Namun, efektifitas metode ini dipertanyakan oleh berbagai pihak.
Efektivitas Metode Militeristik dalam Mengatasi Kenakalan Remaja
Kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi menuai pro dan kontra. Banyak yang mempertanyakan apakah pendekatan militeristik benar-benar efektif dalam mengatasi akar permasalahan kenakalan remaja. Psikolog anak, remaja, dan keluarga, Farraas Afiefah Muhdiar, memberikan pandangannya mengenai hal ini.
Farraas menekankan kompleksitas akar masalah kenakalan remaja. Tidak semua kasus memiliki penyebab yang sama, sehingga pendekatan yang seragam seperti pembinaan di barak militer dirasa kurang tepat.
Beragam Akar Permasalahan Kenakalan Remaja
Menurut Farraas, kenakalan remaja dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Trauma masa lalu, masalah regulasi emosi, kurangnya validasi dari lingkungan sekitar, hingga kurangnya pemahaman akan aturan sekolah bisa menjadi pemicunya.
Setiap kasus memerlukan penanganan yang berbeda. Pendekatan yang tepat harus disesuaikan dengan akar permasalahan yang dihadapi siswa. Menerapkan solusi tunggal pada beragam masalah tentu tidak akan efektif.
Pentingnya Pemahaman Latar Belakang Perilaku Siswa
Sebelum mengambil tindakan, penting untuk memahami latar belakang perilaku siswa yang nakal. Hal ini akan membantu dalam menentukan intervensi yang tepat dan efektif. Mengabaikan hal ini hanya akan membuat permasalahan semakin kompleks.
Tanpa memahami akar permasalahannya, solusi yang diberikan kemungkinan besar tidak akan menyelesaikan masalah secara tuntas.
Keterbatasan dan Kekhawatiran Terhadap Program Jangka Pendek
Farraas juga menyoroti pentingnya pembinaan jangka panjang. Program pembinaan di barak militer yang hanya berlangsung selama enam bulan hingga satu tahun dinilai kurang efektif jika akar masalahnya berasal dari lingkungan rumah atau sosial siswa.
Program jangka pendek seperti ini dikhawatirkan hanya bersifat sementara dan tidak mampu mengatasi permasalahan secara menyeluruh. Permasalahan yang berakar dari lingkungan rumah atau sosial siswa tidak akan terselesaikan dengan program tersebut.
Peran Keluarga dan Lingkungan Sekitar
Mendisiplinkan siswa yang bermasalah membutuhkan pendekatan holistik. Pihak keluarga dan lingkungan sekitar siswa juga harus berperan aktif dalam proses pembinaan. Tidak cukup hanya bergantung pada program di barak militer.
Kerjasama antara sekolah, keluarga, dan komunitas sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan anak. Pendekatan ini lebih komprehensif dan berpeluang lebih efektif.
Kesimpulannya, kebijakan pengiriman siswa nakal ke barak militer perlu dikaji ulang secara mendalam. Efektivitasnya diragukan mengingat kompleksitas masalah kenakalan remaja dan perlunya pendekatan yang holistik dan berkelanjutan. Program ini perlu mempertimbangkan akar permasalahan, serta peran aktif keluarga dan lingkungan sekitar dalam proses pembinaan agar tujuan mendisiplinkan dan membentuk karakter siswa dapat tercapai secara efektif dan berkelanjutan. Fokus utama seharusnya adalah pada pencegahan dan penyelesaian akar masalah, bukan hanya penindakan.