Indonesia berpotensi mengadopsi teknologi mobil hidrogen lebih cepat daripada Jepang. Hal ini disampaikan Presiden Direktur Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Nandi Julyanto, mengingat Indonesia tidak memulai dari nol dalam pengembangan teknologi ini.
Keberadaan mobil hidrogen Toyota, seperti Mirai dan Crown FCEV, serta infrastruktur pendukung yang telah dibangun TMMIN, menjadi modal berharga dalam percepatan adopsi teknologi ini di Indonesia.
Potensi Percepatan Adopsi Mobil Hidrogen di Indonesia
Menurut Nandi, kunci percepatan adopsi mobil hidrogen di Indonesia terletak pada tiga faktor utama. Ketiga faktor tersebut adalah dukungan kebijakan pemerintah, ketersediaan bahan baku, dan pembangunan ekosistem yang komprehensif.
Jepang memulai pengembangan teknologi hidrogen dari awal, sementara Indonesia dapat memanfaatkan pengalaman dan teknologi yang sudah ada. Hal ini dapat memangkas waktu pengembangan dan implementasi secara signifikan.
Toyota telah menunjukkan komitmennya dengan membangun Hydrogen Refueling Station senilai Rp 34 miliar, bahkan sebelum adanya peta jalan resmi pemerintah. Langkah ini menunjukkan kesiapan Toyota untuk mendukung transisi energi di Indonesia.
Roadmap Hidrogen dan Amonia Nasional (RHAN) sebagai Penentu Arah
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, telah menerbitkan Roadmap Hidrogen dan Amonia Nasional (RHAN). Roadmap ini memberikan arah yang jelas bagi pengembangan dan implementasi teknologi hidrogen di Indonesia.
RHAN membagi proyeksi pertumbuhan pemanfaatan hidrogen untuk transportasi menjadi tiga fase: inisiasi, pengembangan dan integrasi, serta akselerasi dan keberlanjutan. Masing-masing fase memiliki target dan strategi yang spesifik.
Nandi menyambut baik penerbitan RHAN. Keberadaan roadmap ini memberikan kepastian dan arah yang jelas bagi pengembangan industri hidrogen di Indonesia, termasuk sektor transportasi.
Fase Pengembangan Teknologi Hidrogen dalam Transportasi Berdasarkan RHAN
- Fase Inisiasi (2025-2034): Proyek percontohan dan komersialisasi stasiun pengisian bahan bakar hidrogen (SPBH) serta kendaraan bus dan truk beban berat berbasis hidrogen akan menjadi fokus utama.
- Pengembangan dan Integrasi (2035-2045): Penggunaan hidrogen dalam transportasi akan meningkat. Proyek percontohan untuk mobil Fuel Cell Electric Vehicle (FCEV) dan transportasi laut berbasis fuel cell akan dilakukan.
- Akselerasi dan Berkelanjutan (2051-2060): Teknologi fuel cell akan terus dioptimalkan. Penggunaan hidrogen dalam transportasi diharapkan mencapai skala besar, dengan peningkatan jumlah kendaraan berbasis hidrogen.
RHAN memproyeksikan pemanfaatan hidrogen untuk transportasi akan mencapai 438 ton per tahun pada 2030, yang digunakan oleh 3.000 unit mobil. Angka ini diproyeksikan meningkat hingga 530.000 ton per tahun pada 2060, dengan 3,6 juta unit mobil FCEV.
Tantangan Komersialisasi Mobil Hidrogen di Indonesia
Salah satu tantangan utama dalam komersialisasi mobil hidrogen adalah harga. Agar mobil hidrogen diterima pasar, harganya harus kompetitif dengan mobil berbahan bakar konvensional.
Nandi menekankan pentingnya memastikan biaya operasional mobil hidrogen tetap terjangkau bagi konsumen. Hal ini akan menjadi kunci keberhasilan adopsi massal teknologi ini di Indonesia.
Keberhasilan adopsi mobil hidrogen di Indonesia tidak hanya bergantung pada teknologi dan infrastruktur, tetapi juga pada faktor ekonomi dan kesiapan pasar. Pemerintah dan industri perlu bekerja sama untuk mengatasi tantangan ini.
Dengan dukungan pemerintah, ketersediaan bahan baku, dan pembangunan ekosistem yang kuat, Indonesia berpotensi menjadi negara terdepan dalam adopsi teknologi mobil hidrogen di Asia. Roadmap yang jelas dan komitmen dari pelaku industri menjadi kunci keberhasilannya.