Subaru Menginjak Rem: Evaluasi Ulang Strategi Elektrifikasi Global
Produsen otomotif asal Jepang, Subaru, tengah mempertimbangkan ulang strategi elektrifikasi globalnya. Keputusan ini diambil menyusul ketidakpastian yang melanda industri otomotif dunia, terutama di pasar Amerika Serikat. Faktor-faktor ekonomi dan politik yang fluktuatif menjadi pertimbangan utama dalam penundaan rencana ekspansi mobil listrik Subaru.
Model EV Terbatas, Solterra Jadi Andalan Sementara
Saat ini, Subaru hanya menawarkan satu model mobil listrik (EV) di pasar Amerika Serikat, yaitu Solterra. Model ini baru-baru ini mendapatkan peningkatan tampilan dan fitur.
Subaru juga memperkenalkan Trailseeker, sebuah SUV listrik di New York Auto Show pada April lalu. Namun, peluncurannya baru dijadwalkan pada tahun 2026.
Tidak ada rencana penambahan model EV baru dalam waktu dekat. Subaru akan fokus pada model yang ada sambil memantau perkembangan pasar dan kebijakan pemerintah.
Kebijakan Pemerintah AS Jadi Hambatan Utama
Salah satu faktor utama yang membuat Subaru memperlambat langkah elektrifikasi adalah kebijakan pemerintah AS yang sering berubah-ubah. Ketidakpastian terkait tarif impor dan insentif pajak EV menimbulkan kekhawatiran besar bagi perusahaan.
Belum ada kepastian mengenai kelanjutan skema insentif pajak EV di AS. Hal ini semakin diperumit dengan pergantian kepemimpinan politik di negara tersebut.
Subaru memperkirakan potensi kerugian hingga USD 2,5 miliar tahun ini jika kebijakan tarif impor seperti di masa pemerintahan Donald Trump diterapkan kembali. Jumlah ini cukup signifikan dan menjadi pertimbangan serius bagi perusahaan.
Keterbatasan Produksi Lokal dan Rencana Pabrik Baru Ditunda
Meskipun Subaru memiliki pabrik di Indiana, AS, kapasitas produksinya masih terbatas. Dari sekitar 700.000 unit mobil Subaru yang terjual setiap tahun di AS, hanya sekitar setengahnya yang diproduksi secara lokal.
Pabrik di Indiana, meskipun memiliki kapasitas maksimum 500.000 unit per tahun, saat ini hanya mampu memproduksi sekitar 370.000 unit karena keterbatasan rantai pasok.
Oleh karena itu, Trailseeker kemungkinan besar akan diproduksi di Jepang, di pabrik dekat Tokyo. Rencana pembangunan pabrik khusus mobil listrik juga ditunda sementara waktu. Subaru kini mempertimbangkan untuk menggabungkan produksi mobil bensin konvensional di pabrik tersebut.
Kondisi ini menunjukkan bahwa masa depan mobil listrik masih penuh tantangan, bahkan bagi perusahaan besar seperti Subaru. Perusahaan perlu mempertimbangkan berbagai faktor sebelum melakukan investasi besar-besaran di sektor ini.
Penjualan Global Menurun, Pasar Jepang Tunjukkan Pertumbuhan
Laporan keuangan tahun fiskal 2024 Subaru menunjukkan penurunan laba operasional sebesar 13% menjadi USD 2,7 miliar. Penjualan global juga turun 4,1% menjadi 936.000 unit.
Menariknya, meskipun pasar Amerika Utara mengalami penurunan 4,1% menjadi 732.000 unit, pasar Jepang justru meningkat 5,4% menjadi 104.000 unit. Kondisi ini menunjukkan perbedaan tren pasar otomotif di berbagai negara.
Situasi ini mendorong Subaru untuk mengevaluasi strategi bisnis mereka secara menyeluruh, tidak hanya sebatas pada rencana ekspansi mobil listrik, tetapi juga memperhatikan seluruh aspek operasional perusahaan. Kehati-hatian dan analisa mendalam menjadi kunci dalam menentukan langkah selanjutnya. Ketidakpastian pasar global membutuhkan adaptasi yang cepat dan tepat dari Subaru untuk tetap kompetitif.