Harga kelapa bulat melonjak tajam di pasaran, bahkan mencapai Rp 25.000 per butir. Lonjakan harga ini membuat banyak masyarakat bertanya-tanya. Penyebabnya ternyata kompleks dan melibatkan dinamika pasar ekspor-impor.
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menjelaskan, salah satu faktor utama adalah meningkatnya permintaan ekspor. Harga kelapa di pasar internasional sedang tinggi, menarik minat para eksportir.
Eksportir Lebih Untung Mengekspor Kelapa
Tingginya harga kelapa di luar negeri membuat eksportir lebih tertarik menjual ke pasar internasional. Mereka mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan menjual di dalam negeri.
Pelaku usaha dalam negeri, di sisi lain, hanya mampu membeli kelapa dengan harga yang jauh lebih rendah dari harga ekspor. Hal ini membuat pasokan kelapa di pasar domestik semakin terbatas.
Mendag Budi Santoso mengungkapkan hal ini saat ditemui di Sarinah, Jakarta Pusat, Minggu (20/5/2025). Ia menyebutkan bahwa permintaan ekspor yang tinggi, terutama dari Cina, menjadi pemicu utama kenaikan harga.
Pertemuan Mendag dengan Pelaku Usaha Belum Membuahkan Hasil
Pemerintah telah berupaya mencari solusi dengan melakukan pertemuan antara pelaku usaha dalam negeri dan eksportir. Sayangnya, pertemuan tersebut belum menghasilkan kesepakatan yang memuaskan.
Mendag Budi Santoso menyatakan bahwa pencarian solusi masih terus dilakukan. Pemerintah berupaya menemukan titik temu yang adil bagi semua pihak agar tidak ada yang dirugikan.
Usulan Penghentian Ekspor Kelapa Masih Dipertimbangkan
Kementerian Perindustrian sebelumnya mengusulkan penghentian sementara ekspor kelapa untuk menstabilkan harga di dalam negeri. Usulan ini masih dikaji lebih lanjut.
Mendag Budi Santoso menekankan pentingnya pembahasan yang matang sebelum mengambil keputusan. Hal ini untuk memastikan tidak ada pihak yang dirugikan akibat kebijakan tersebut.
Pemerintah akan terus berupaya mencari solusi terbaik yang dapat menyeimbangkan kepentingan eksportir dan pelaku usaha dalam negeri. Pembahasan ini akan melibatkan semua pihak terkait.
Dampak Lonjakan Harga di Pasar Tradisional
Lonjakan harga kelapa sudah terasa di pasar tradisional. Salah satu pedagang kelapa parut di Pasar Rawa Bebek, Usin, misalnya, mengatakan harga kelapa bulat bisa mencapai Rp 25.000 per butir.
Harga tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan harga normal, yang berkisar antara Rp 10.000 hingga Rp 15.000 per butir. Kenaikan harga ini berdampak langsung pada daya beli masyarakat.
Kondisi ini menunjukkan betapa signifikannya dampak lonjakan harga kelapa bagi masyarakat, khususnya mereka yang bergantung pada kelapa sebagai bahan pangan sehari-hari. Pemerintah diharapkan segera menemukan solusi yang tepat dan efektif.
Kesimpulannya, lonjakan harga kelapa merupakan masalah kompleks yang memerlukan solusi terpadu. Pemerintah berupaya mencari jalan tengah yang mempertimbangkan kepentingan semua pihak, agar stabilitas harga dan kesejahteraan pelaku usaha dapat terjaga. Proses ini memerlukan dialog dan negosiasi intensif antara pemerintah, eksportir, dan pelaku usaha dalam negeri.