Industri manufaktur Indonesia tengah menghadapi tantangan berat di tengah ketidakpastian ekonomi global dan domestik. Penurunan Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur pada April 2025 menjadi bukti nyata kesulitan yang dihadapi sektor ini.
PMI Manufaktur Indonesia April 2025 berada di level 46,7, jauh di bawah angka 50 yang menandakan fase kontraksi. Penurunan ini signifikan, mencapai 5,7 poin dibandingkan bulan Maret yang masih berada di zona ekspansi.
Penurunan Signifikan PMI Manufaktur Indonesia
Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arief, menyatakan penurunan PMI Manufaktur menunjukkan menurunnya optimisme pelaku industri dalam negeri. Ketidakpastian ekonomi menjadi faktor utama penyebabnya.
Ekonom S&P Global Market Intelligence, Usamah Bhatti, menyebut kondisi ini sebagai yang terburuk sejak Agustus 2021. Penurunan tajam penjualan dan produksi menjadi pendorong utama kontraksi ini.
Kondisi ini menyebabkan sejumlah perusahaan mengurangi pembelian bahan baku, memangkas tenaga kerja, dan mengurangi stok barang jadi. Prospek jangka pendek pun masih terlihat suram.
Dampak Perang Tarif dan Serbuan Produk Impor
Survei PMI Manufaktur mencerminkan sentimen pelaku industri terhadap perang tarif global dan membanjirnya produk impor di pasar domestik. Tekanan psikologis ini turut mempengaruhi kinerja industri manufaktur.
Febri menambahkan, pelaku industri khawatir bukan hanya karena tarif resiprokal, tetapi juga serbuan produk dari negara lain yang terdampak tarif tersebut. Indonesia berpotensi menjadi pasar alternatif bagi produk-produk ini.
Banyak pelaku industri dan asosiasi telah menyampaikan keluhan mereka kepada Kemenperin terkait ketidakpastian ini. Mereka menantikan kebijakan strategis pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri.
Upaya Pemerintah dan Tantangan ke Depan
Indeks Kepercayaan Industri (IKI) bulan April 2025 juga menunjukkan perlambatan, meskipun masih berada di zona ekspansi. Nilai IKI April 2025 tercatat 51,90, menurun dari 52,98 di bulan Maret.
Pemerintah tengah berupaya untuk menciptakan iklim usaha yang lebih optimistis. Kemenperin berkomitmen untuk mendukung pelaku industri, namun membutuhkan dukungan kementerian/lembaga lain dalam mengeluarkan kebijakan pro-investasi dan perlindungan industri dalam negeri.
Febri menekankan pentingnya melindungi pasar domestik, mengingat 80% produk industri nasional diserap pasar dalam negeri. Pemerintah harus mencegah agar pasar domestik yang melemah tidak diisi oleh produk impor.
Penurunan PMI manufaktur Indonesia lebih dalam dibandingkan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara. Sebagai contoh, PMI manufaktur Filipina masih ekspansif karena kebijakan perlindungan pasar dalam negerinya yang lebih afirmatif.
Negara-negara lain yang juga mengalami kontraksi PMI manufaktur pada April 2025 antara lain Thailand, Malaysia, Jepang, Jerman, Taiwan, Korea Selatan, Myanmar, dan Inggris. Meskipun PMI manufaktur China masih ekspansif, namun mengalami perlambatan.
Ke depannya, kepastian kebijakan pemerintah menjadi kunci bagi peningkatan kepercayaan diri pelaku industri manufaktur Indonesia. Dukungan lintas kementerian dan strategi yang tepat sasaran diperlukan untuk menghadapi tantangan global dan memastikan daya saing industri dalam negeri di pasar domestik.