Nilai tukar rupiah kembali mengalami pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada akhir perdagangan Rabu (26/2/2025). Berdasarkan data Bloomberg, rupiah terdepresiasi tipis sebesar 0,06 persen atau turun sembilan poin, sehingga berada di level Rp16.380 per dolar AS.
Dampak Tarif Dagang Trump terhadap Pasar Keuangan
Analis pasar uang, Ibrahim Assuaibi, mengungkapkan bahwa pergerakan rupiah masih dipengaruhi oleh sentimen negatif terkait kebijakan perdagangan Presiden AS, Donald Trump. Kekhawatiran ini diperparah dengan perlambatan ekonomi AS akibat turunnya tingkat kepercayaan konsumen secara signifikan.
“Trump menambah sentimen negatif dengan mengancam akan mengenakan tarif pada tembaga,” ujarnya. Sebelumnya, Trump juga memberi sinyal akan menerapkan tarif sebesar 25 persen terhadap impor dari Kanada dan Meksiko mulai awal Maret.
Trump menegaskan bahwa kebijakan tarif ini akan diterapkan “tepat waktu dan sesuai jadwal,” setelah sebelumnya sempat ditangguhkan selama satu bulan. Berdasarkan laporan terkini, total nilai impor AS dari Kanada dan Meksiko mencapai sekitar USD918 miliar.
Di sisi lain, penurunan kepercayaan konsumen AS semakin memperburuk kondisi pasar. “Sementara tingkat kepercayaan konsumen AS memburuk seiring ekspektasi inflasi 12 bulan yang diperkirakan melonjak,” tutur Ibrahim.
Peluncuran Bullion Service sebagai Strategi Ekonomi Nasional
Di tengah dinamika pasar global, pemerintah Indonesia mengambil langkah strategis dengan memperkenalkan layanan bisnis emas atau bullion service untuk pertama kalinya di Tanah Air. Program ini merupakan hasil kolaborasi antara PT Pegadaian dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk.
Secara umum, bullion adalah institusi jasa keuangan yang bergerak di sektor emas, mencakup layanan penyimpanan, pembiayaan, perdagangan, hingga penitipan logam mulia.
Sebagai salah satu negara dengan produksi emas terbesar di dunia, Indonesia berupaya memanfaatkan potensi ini secara optimal. “Diluncurkannya Bullion Bank bertujuan mengoptimalkan pemanfaatan cadangan emas nasional agar tidak terus mengalir ke luar negeri,” ujar Ibrahim.
Selain itu, inisiatif ini juga bertujuan untuk meningkatkan nilai ekonomi dari sumber daya emas yang dimiliki negara, baik dari hasil pertambangan maupun dari emas yang beredar di masyarakat.
“Usaha Bullion berpotensi meningkatkan konsumsi emas ritel yang akan memacu peningkatan industri dan keseluruhan bisnis dalam ekosistemnya,” tambah Ibrahim. Dengan adanya ekosistem bullion, nilai tambah yang dapat dihasilkan diperkirakan mencapai Rp30-50 triliun.
Langkah ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional di tengah ketidakpastian global, sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam industri emas dunia.