Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mewajibkan seluruh penyelenggara Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau peer-to-peer lending (P2P lending), untuk menjadi pelapor Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) mulai 31 Juli 2025. Kebijakan ini tertuang dalam POJK Nomor 11 Tahun 2024, sebagai upaya penguatan manajemen risiko dan mitigasi gagal bayar di industri P2P lending.
Langkah ini dinilai krusial untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas industri finansial teknologi (fintech) ini. Data SLIK diharapkan dapat membantu menilai kelayakan debitur sebelum diberikan fasilitas kredit atau pembiayaan.
Penguatan Manajemen Risiko di Industri P2P Lending
OJK menekankan pentingnya penguatan manajemen risiko bagi para penyelenggara P2P lending. Hal ini mencakup memperketat prinsip repayment capacity dan electronic Know Your Customer (e-KYC) sebagai dasar pemberian pendanaan.
Dengan penerapan yang ketat, diharapkan dapat meminimalisir risiko bagi pemberi dana (lender) dan mengurangi angka gagal bayar dari penerima dana (borrower).
Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyaditulis, menjelaskan bahwa kebijakan ini selaras dengan SEOJK Nomor 19/SEOJK.06/2023. Regulasi tersebut mengatur penyelenggaraan LPBBTI secara lebih komprehensif.
Kewajiban Pelaporan SLIK dan Sanksi Pelanggaran
Mulai 31 Juli 2025, semua penyelenggara P2P lending wajib melaporkan data ke SLIK. Informasi ini akan menjadi bahan pertimbangan dalam menilai kelayakan calon debitur.
OJK menegaskan akan menindak tegas setiap pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku. Sanksi akan diberikan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.
Ismail menambahkan, dengan peningkatan manajemen risiko dan kewajiban pelaporan SLIK, diharapkan industri P2P lending dapat berjalan lebih sehat, transparan, dan akuntabel. Hal ini penting untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pembiayaan, khususnya untuk kegiatan produktif.
Imbauan kepada Masyarakat dan Langkah-langkah Antisipasi
OJK juga memberikan imbauan kepada masyarakat agar bijak dalam memanfaatkan layanan P2P lending. Pertimbangkan kemampuan bayar sebelum mengajukan pinjaman.
Hindari praktik gali lubang tutup lubang dengan mengambil banyak pinjaman dari berbagai platform sekaligus. Waspadai juga pinjaman online ilegal yang menawarkan bunga dan syarat yang tidak wajar.
Penyelenggara P2P lending juga dilarang memfasilitasi pendanaan kepada borrower yang telah menerima pembiayaan dari tiga penyelenggara P2P lending lainnya, termasuk dari penyelenggara itu sendiri. Ini merupakan salah satu upaya untuk mencegah penumpukan utang yang berisiko tinggi.
OJK berkomitmen untuk terus mengawasi dan melindungi konsumen dari praktik-praktik yang merugikan. Penguatan regulasi dan pengawasan diharapkan dapat menciptakan ekosistem P2P lending yang sehat dan berkelanjutan.
Ke depan, OJK akan terus memantau implementasi kebijakan ini dan melakukan evaluasi berkala untuk memastikan efektivitasnya. Tujuan utama adalah untuk melindungi konsumen dan menjaga stabilitas sistem keuangan.
Dengan adanya langkah-langkah ini, diharapkan industri P2P lending di Indonesia dapat berkembang secara berkelanjutan dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, sekaligus meminimalisir potensi kerugian bagi pemberi dan penerima dana.